PENGARUH PERTUMBUHAN MASYARAKAT ACEH TERHADAP PERKEMBANGAN BANK SYARIAH
Aceh adalah
sebuah provinsi di indonesia. Aceh terletak diujung utara pulau sumatera dan
merupakan provinsi paling barat di indonesia. Aceh dianggap sebagai tempat
dimulai nya penyebaran islam di indonesia dan memainkan peran penting dalam
penyebaran islam di Asia Tenggara.Jika dibandingkan dengan provinsi lainya,
aceh adalah wilayah yang sangat menjunjung tinggi nilai agama islam. Presentase
penduduk muslimnya adalah yang tertinggi di indonesia dan mereka hidup sesuai
dengan syariah islam. Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di indonesia,
aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri karena alasan sejarah.
Dalam fenomena
yang terjadi saat ini, aceh mempunyai sebuah bank daerah yang bernama Bank Aceh, bank aceh tersebut dulu
menggunakan sistem bank konvensional sekarang telah berstatus menjadi bank aceh
syariah. Provinsi Aceh merupakan juru kunci dalam membangun ekonomi islami
dengan cara menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam sistem ekonomi nya, yaitu
dengan cara membangun perekonomian melalui bank syariah. Karena bank syariah
itu lebih baik dari pada bank konvensional, keunggulan bank syariah yaitu
adalah apabila terjadi krisis moneter bank syariah yang masih berdiri tegak dan
bank tidak mengalami kerugian dan ekonomi perbankan nya tetap stabil. Sedangkan
bank konvensional yaitu apabila terjadi krisis moneter maka bank konvensional
mengalami kerugian di akibatkan karena bank konvensional ini menggunakan bunga,
yaitu apabila suku bunga naik,maka dana kredit rakyat akan terjadi kredit
macet, karena nasabah yang tidak mampu membayar cicilan mereka karena kredit
macet, jadi bank akan terjadi kerugian diakibatkan kredit macet.
Pada bank
konvensional memiliki bunga, bunga itu termasuk riba, riba itu dari segi bahasa
sama dengan “ziyadah” artinya tambahan. Sedangkan menurut istilah teknis,riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok(modal) secara bathil. Terdapat
perbedaan pendapat dalam menjelaskan riba. Secara umum riba adalah penambahan
terhadap hutang. Maknanya: setiap penambahan pada hutang baik kualitas ataupun
kuantitas baik itu dilarang dalam agama islam. Kenapa riba itu dilarang dalam
islam? Di sini saya akan menjelaskan ada tahapan pelarangan riba dalam alquran,
yang pertama; menolak anggapan bahwa pinjaman riba pada zahirnya menolong
mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan yang mendekati atau taqarub
kepada allah swt.firman allah swt:”dan sesungguhnya riba(tambahan) yang kamu
berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah
pada sisi allah”.kedua; riba digambarkan sebagai suatu buruk dan balasan yang
keras kepada orang yahudi yang memakan riba.Ketiga; riba itu diharamkan dengan
dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Firman allah swt;” hai
orang orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertaqwalah kamu kepada allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Keempat; ayat riba diturunkan oleh allah swt yang dengan
sangat jelas sekali mengharamkan sebarang jenis tambahan yang diambil dari pada
pinjaman. Firman allah swt; hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada
allah dan tinggalkan sisa riba,maka sesungguhnya allah tidak akan memerangimu.
Rumusan masalah?
1.
Kenapa harus berinvestasi dibank syariah?
2.
Bagaimana sejarah lahirnya bank syariah di
indonesia?
3.
Apa saja ciri-ciri bank syariah dan perbedaannya
dengan bank konvensional
BAB
II
PEMBAHASAN
A.Investasi bank syariah?
Kenapa harus
berinvestasi dibank syariah? Karena bank konvensional dalam praktik perbankan
saat ini melakukan praktik hal-hal yang dilarang oleh syariat islam. Bank
Konvensional dalam praktik perbankan saat ini melakukan praktik hal-hal yang
dilarang oleh syariat islam seperti melakukan transaksi ribawi, melakukan
praktik yang tidak menentu dan melakukan prinsip-prinsip untung-untungan. Hal
ini dapat dilihat dalam praktik jual beli valuta asing yang tidak dilakukan
secara tunai, dalam hukum islam praktik semacam ini dapat di golongkan kedalam
riba fadl yang dilarang, demikian juga melakukan praktik-praktik ribawi lainya
seperti riba nasiah yang dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan bunga
tabungan dan deposito. Riba Jahiliyah juga dapat ditemui dalam praktik bank
konvensional seperti transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh
tagihannya.
Oleh karena itu,
Bank Konvensional dalam melaksanakan beberapa kegiatanya tidak sesuai dengan
prinsip-prinsip ajaran agama islam, maka perlu di upayakan agar bank syariah
dapat digunakan oleh masyarakat islam dalam melakukan transaksi dengan Bank
Indonesia ini. Ada beberapa transaksi yang lazim digunakan oleh bank syariah,
diantaranya : pertama, transaksi yang dilakukan tidak mengandung riba; kedua,
transaksi yang ditunjukan untuk memiliki barang dilakukan dengan cara
murabahah; ketiga, transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan ijarah(sewa); dan keempat, transaksi yang di tujukan untuk mendapatkan
modal kerja dilaksanakan dengan cara mudharabah(bagi hasil); dan kelima,
transaksi deposito, tabungan giro yang imbalanya adalah mudharabah (bagi hasil)
dan transaksi wadiah ( berupa titipan).
B. Sejarah lahirnya Bank Syariah di indonesia
Pada awal
berdirinya, keberadaan PT. Bank Muamalah Indonesia lahir pada tahun 1992 dengan
lahir nya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, dimana perbankan
bagi hasil diakomodasikan dan diakui keberadaanya, maka perkembangan bank
syariah mulai menunjukan prospeknya yang sangat bagus. Dalam menaggapi beberapa
pasal yang tersebut dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992, pemerintah mengeluarkan
peraturan pemerintah nomor 72 tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil pada 30 oktober 1992 dan di undangkan pada 30 oktober 1992. Dalam
pemerintah ini ditegaskan bahwa bank umum atau bank prekreditan rakyat yang
kegiatan usahanya semata-mata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak
diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi
hasil, demikian juga sebaliknya.
Lahirnya
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 tahun
1992 tentang perbankan yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan
dalam bentuk surat keputusan direksi bank indonesia dan peraturan bank
indonesia, telah memberikan landasan hukum yang kuat bagi pengembangan
perbankan syariah di indonesia. Peraturan yang dikeluarkan oleh bank indonesia
ini telah memberi kesempatan untuk mengembangkan bank syariah dengan cara
mempermudah memberi izin usaha dan mempermudah pembukaan kantor cabang serta
diperkenankan bank umum dapat menjalankan dua kegiatan usaha, baik secara
konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah.
Lahirnya
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang perubahan Undang- Undang Nomor 7
tahun 1992 tentang perbankan telah memberikan peluang yang lebih besar bagi
pengembangan perbankan syariah. Dari Peraturan perundang-undangan ini dapat
diketahui bahwa tujuan dikembangkan bank syariah adalah untuk memenuhi
kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga.
Dengan dual banking system, mobilitas dana masyarakat dapat diserap secara
luas, terutama daerah-daerah yang tidak bisa dijangkau oleh bank konvensional.
Di samping ituk dengan dibukanya izin operasional bank syariah, maka membuka
peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan, bukan
hubungan formal antara debitur dan kreditur sebagaimana yang terdapat bank konvensional.
Selain
tujuan dibentuknya bank syariah sebagaimana tersebut diatas, juga diharapkan
melalui bank syariah dapat meningkatkannya partisipasi masyarakat dalam proses
pembangunan industri perbankan, terutama dalam bidang ekonomi. Hal ini disebabkan
karena masih banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank, sebab bank
dianggap mempraktikkan riba dalam transaksi yang dilakukannya, padahal riba itu
haram hukumnya dalam syariat islam. Diharapkan, dengan lahirnya bank syariah
ini, masyarakat islam yang tadi nya enggan berhubungan dengan bank, akan merasa
terpanggil untuk berhubungan dengan bank syariah. Ikhtiar ini akan sekaligus
mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi, berprilaku
bisnis dalam meningkatkan kualitas hidupnya.
C.Ciri-Ciri Bank Syariah dan
Perbedaan dengan Bank Konvensional
Bank syariah
mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan Bank Konvensional. Adapun ciri-ciri
Bank Syariah antara lain:
a. Beban
biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian di wujudkan dalam
bentuk jumlah nominal yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan
kebebasan untuk tawar menawar dalam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya
dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dakam kontrak.
b. Penggunaan
presentase dalam hak kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari,
karena presentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu
perjanjian sudah berakhir.
c. Didalam
Kontrak-kontrak pembiayaan proyek, Bank Syariah tidak menerapkan perhitungan
berdasarkan keuntungan yang pasti yang ditetapkan dimuka, karena pada
hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya proyek yang dibiayainya bank hanya
Allah Semata.
d. Pengarahan
dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan diangapp sebagai
titipan(al-wadiah), sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang
dimanfaatkan sebagai pernyataan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpan tidak
dijanjikan imbalan yang pasti.
e. Dewan
Pengawas Syariah(DPS) bertugas untuk mengawasi operasional bank dari sudut
syariahnya, selain itu, manajer dan pimpinan bank syariah harus mengetahui
dasar-dasar muamalah islam.
f.
Fungsi kelembagaan bank syariah selain
menjembatani antara pihak pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana,
juga mempunyai fungsi khusus yaitu fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga
dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu
apabila dana diiambil pemiliknya.
Adapun
perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Pada
Bank konvensional penentuan bunga dibuat pada waktu akad tanpa berpedoman pada
untung rugi, sedangkan bank syariah menggunakan akad berpedoman untung rugi.
b. Pada
bank konvensional besarnya presentase
berdasarkan pada jumah uang yang dipinjamkan, sedangkan bank syariah,
penentuan besarnya rasio bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang
diperoleh.
c. Pada
bank konvensional pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa
pertimbanagan apakah proyek yang dijalankan oleh nasabah untung atau rugi.
Kalau bank syariah bagi hasil bergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan
sekiranya itu tidak mendapatkan keuntungan, maka kerugian akan ditanggung oleh
kedua belah pihak.
d. Pada
bank konvensional, jumlah pembiayaan bunga tidak meningkat sekalipun kalau
ekonomi sedang booming, kalau bank syariah jumlah laba meningkat sesuai dengan
meningkatnya jumlah penda
e. Pada
bank konvensional ekstensi bunga diragukan dan dikecam oleh semua agama,
termasuk agama islam. Adapun pada bank syariah tidak ada yang diragukan
keuntungan bagi hasil.
BAB
III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Bank
Konvensional dalam praktik perbankan saat ini melakukan praktik hal-hal yang
dilarang oleh syariat islam seperti melakukan transaksi ribawi, melakukan
praktik yang tidak menentu dan melakukan prinsip-prinsip untung-untungan. Hal
ini dapat dilihat dalam praktik jual beli valuta asing yang tidak dilakukan
secara tunai, dalam hukum islam praktik semacam ini dapat di golongkan kedalam
riba fadl yang dilarang, demikian juga melakukan praktik-praktik ribawi lainya
seperti riba nasiah yang dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan bunga
tabungan dan deposito. Riba Jahiliyah juga dapat ditemui dalam praktik bank
konvensional seperti transaksi kartu kredit yang tidak dibayar penuh
tagihannya.
Oleh karena
itu, Bank Konvensional dalam melaksanakan beberapa kegiatanya tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip ajaran agama islam, maka perlu di upayakan agar bank
syariah dapat digunakan oleh masyarakat islam dalam melakukan transaksi dengan
Bank Indonesia ini. Ada beberapa transaksi yang lazim digunakan oleh bank
syariah, diantaranya : pertama, transaksi yang dilakukan tidak mengandung riba;
kedua, transaksi yang ditunjukan untuk memiliki barang dilakukan dengan cara
murabahah; ketiga, transaksi yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan ijarah(sewa); dan keempat, transaksi yang di tujukan untuk mendapatkan
modal kerja dilaksanakan dengan cara mudharabah(bagi hasil); dan kelima,
transaksi deposito, tabungan giro yang imbalanya adalah mudharabah (bagi hasil)
dan transaksi wadiah ( berupa titipan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar